MAKALAH
FARMAKOKINETIK
Anggota Kelompok 1:
1. Dwi Sri Sumiatun
2. Ellisya Listyani
3.Fiky Ria Irjayanti
4.Firda Widyatama K.W
5. Heti Rusifianti Putri
6. Mita Indahing Warni
7. Nuki Febriyani
8. Setiamin
9.Tri Susilowati
10.Febrian ryma melati
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas menulis artikel ini tepat
pada waktunya.
Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu penyelesaian tugas menulis artikel.
Kami berharap tugas ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya
dan pembaca pada umumnya. Tugas menulis artikel ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
penyempurnaan laporan selanjutnya.
Madiun, 17 September 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Ø Judul........................................................................................................................ 1
Ø Kata Pengantar......................................................................................................... 2
Ø Daftar Isi................................................................................................................. 3
Ø BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 5
C. Tujuan Masalah.................................................................................................. 5
Ø BAB II Pembahasan
A. Farmakokinetik................................................................................................... 6
B. Absorbsi............................................................................................................. 6
C. Biovaliabilitas..................................................................................................... 8
Ø BAB III Penutup
A. Kesimpulan........................................................................................................ 18
B. Saran ................................................................................................................. 18
Ø
Daftar
Pustaka ....................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai
pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat
reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan
yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan
farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan
menyediakan obat. Farmakologi terutama terfokus pada dua sub, yaitu
farmakokinetik dan farmakodinamik.
Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang
farmasis dapat menjadi suatu masalah untuk bagi pasien karena tidak ada obat
yang aman secara murni. Hanya dengan penggunaan yang cermat, obat akan
bermanfaat tanpa efek samping tidak diinginkan yang tidak mengganggu.
Menurut suatu survey di Amerika Serikat, sekitar 5%
pasien masuk rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas kasus akibat obat di
rumah sakit bervariasi antara 2-12%. Efek samping obat meningkat sejalan dengan
jumlah obat yang diminum. Melihat fakta tersebut, pentingnya pengetahuan
farmakologi bagi seorang farmasis.
Dalam makalah ini akan dibahas secara umum mengenai
farmakologi (farmakokinetik dan farmakodinamik) serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan materi ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Pengertian Farmakokinetik ?
2.
Apa itu Absorpsi ?
3.
Apa itu Bioavailabiltas ?
C.
TUJUAN
1.
Siswa mengetahui pengertian Farmakokinetik
2.
Siswa mengetahui pengertian absorpsi dan macamnya
3.
Siswa dapat mengetahui pengertian dari
Bioavailabilitas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FARMAKOKINETIK
Mencakup
studi tentang penyerapan dan distribusi obat , studi tentang perubahan kimiawi
obat dalam tubuh , dan studi sarana penyimpanan obat di dalam tubuh dan
penghapusannya. Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap
proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit, farmakokinetik khususnya
mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya da dalam
darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu.
Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses
eliminasi (evasi). Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang
berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi,
distribusi), sedangkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan
penurunan konsentrasi obat dalam organisme (metabolisme, ekskresi)
B.
ABSORPSI
Absorpsi
merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantunng pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna
( mulut sampai dengan rectum ), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang
terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absopsi
utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yanng sangat luas,
yakni 200 m2
( panjang
280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan villi dan mikrovilli ).
Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi mudah terjadi bila obatdalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di dalam usus halus untuk zat-zat makanan : glokusa dan gula lain, asam amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin. Cara ini juga terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip struktur zat makanan tersebut. Misalnya levodopa, metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-flourourasil.
Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi mudah terjadi bila obatdalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di dalam usus halus untuk zat-zat makanan : glokusa dan gula lain, asam amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin. Cara ini juga terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip struktur zat makanan tersebut. Misalnya levodopa, metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-flourourasil.
Kebanyakan
obat merupakan electrolit lemah, yakni asam lemah atau basa lemah. Dalam air,
elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya. Untuk asam lemah,
pH yang tinggi (suasana basa ) akan meningkatkan ionisasinya dan mengurangi
bentuk nonionnya. Sebaliknya untuk basa lemah, pH yang rendah (suasana asam )
yang akan meningkatkan ionisasinya dan mengurangi nonionnya. Hanya bentuk
nonion yang mempunyai kelarutan lemak, sehingga hanya bentuk nonion dan bentuk
ion berada dalam kesetimbangan, maka setelah bentuk nonion diabsopsi,
kesetimbangan akan bergeser kearah bentuk nonion sehingga absorpsi akan
berjalan terus sampai habis.Zat-zat makanan dan oabt0obat yanng strukturnya
mirip makanan, yang tidak dapat / sukar berdifusi pasif memerlikan membran agar
dapat dapat diabsorpsi dari saluran cerna maupun direabsopsi dari lumen tubulus
ginjal.
Ø Faktor-faktor
yang mempengaruhi absorpsi:
-Derajat ionisasi
-Dosis dan waktu pemberian obat
-pH dan pK
-pelarut obat dan bentuk obat
-luas permukaan absorpsi
-aliran darah
-kondisi usus dan kecepatan pengosongan lambung
-interaksi dengan obat lain
C.
BIOVALIABILITAS
Konsep
bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh
Osser pada tahun 1945, yaitu
pada waktu Osser mempelajari absorpsi relatif sediaan vitamin. Istilah yang dipakai pertamakali
adalah availabilitas fisiologik, yang kemudian diperluas
pengertiannya dengan istilah bioavailabilitas. Dimulai
di negara Amerika Serikat, barulah pada tahun 1960
istilah bioavailabilitas masuk ke dalam arena promosi obat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya produk obat yang sama yang diproduksi oleh berbagai industri
obat,
adanya keluhan dari pasien dan
dokter di man obat yang
sama memberikan efek terapeutik
yang berbeda, kemudian
dengan adanya ketentuan tidak
diperbolehkannya Apotek
mengganti obat yang tertulis
dalam resep dengan obat merek
lainnya.
Sebagai cabang
ilmu yang relatif baru, ditemukan berbagai definisi
tentang bioavailabilitas dalam berbagai literatur. Bagian
yang esensial dalam konsep bioavailabilitas adalah absorpsi
obat ke dalam sirkulasi sistemik. Ada 2 unsur penting dalam absorpsi obat yang
perlu dipertimbangkan, yaitu :
1)
kecepatan
absorpsi obat
2)
jumlah obat yang diabsorpsi
Ke dua faktor ini sangat kritis dalam memperoleh efek
terapeutik yang diinginkan
dengan toksisitas yang minimal.
Atas dasar kedua faktor ini dapat diperkirakan bagaimana
seharusnya definisi tentang bioavailabilitas.
Dua definisi berikut ini merupakan definisi yang relatif
lebih sesuai dengan kedua faktor di atas adalah :
Definisi 1: Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan
ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara
utuh oleh tubuh, dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Definisi 2 : Bioavailabilitas suatu sediaan obat
merupakan ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah
obat tersebut yang diabsorpsi.
TUJUAN
PENETAPAN BIOAVAILABILITAS
Dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi
dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik, dapat
di- perkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki menurut
formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas dapat digunakan untuk
mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efektivitas obat. Beberapa manfaat studi bioavailabilitas yang berkaitan
dengan mutu produk obat yaitu :
1)
bagi apoteker dalam bidang
penelitian kefarmasian, bio-availabilitas merupakan uji yang penting dalam
penelitian peningkatan mutu obat
2)
bagi dokter dan apoteker di
apotek, bioavailabilitas merupakan pertimbangan kritis yang digunakan untuk
pemilihan obat yang bermutu baik.
I
NTERAKSI OBAT
Pada umumnya seorang sakit akan mendapat beberapa macam
obat sekaligus untuk penyakitnya. Obat-obat tersebut dapat berbentuk
terpisah-pisah atau terdapat bersama-sama dalam suatu preparat kombinasi.
Bagaimanakah pengaruh suatu obat atas khasiat lain obat? Berdasarkan tempat
interaksi tersebut terjadi, dapat dibuat pembagian sebagai berikut:
I. Interaksi ditraktus gastrointestinalis
A. Ikatan Penyerapan suatu obat dapat terganggu karena
pembentukan suatu ikatan fisik ataupun kimiawi. Penggunaan antasida yang
mengandung Ca, Mg atau Al akan mengganggu penyerapan tetrasiklin karena daya
chelating dari tetrasiklin. Suatu komplex yang tidak larut akan ter-bentuk antara
tetrasiklin dengan obat yang mengandung Fe Begitu juga antara Fe dengan Mg
trisilikat ( i ). Daya adsorben dari kaolin-pectin akan menurunkan sekali penyerap-an
lincomycin, begitu juga Natrium/Calcium
cyclamate (dalam minuman).
B. Perubahan pH:
Banyak obat merupakan asam atau basa lemah. Obat diserap dalam bentuk tidak terionisasi (nonionized).
Oleh karena itu perubahan pH dalam saluran r=gastro-intestinalis akan
mempengaruhi penyerapan obat-obat dengan merubah derajat dissosiasi obat-obat
tersebut.Suatu antasida akan mengganggu penyerapan pentobarbital (asam),
sedangkan penyerapan pseudoefedrin (basa) akan lebih sempurna
bila diberikan bersama-sama dengan gel Al hidroxida.
Begitu juga Na-bikarbonat akan mengurangi penyerapan tetrasiklin.
Berlainan halnya dengan asetosal.Walaupun bersifat asam,
akan tetapi asetosal lebih cepat larut dalam
suasana alkalis sehingga penggunaan asetosal dan antasida
bersama- tidak akan mengganggu penyerapanasetosal.
Suatu obat pencahar, bisacodyl, biasa diberikan per oral
dalam bentuk tablet enteric-coated oleh karena sangat irritatip terhadap
lambung. Penggunaannya bersama-samadengan antasida atau susu, menyebabkan
selaput enteric-coated obat tersebut terurai dalam lambung.
C. Motilitas
Penyerapan levodopa terutama terjadi diusus. Oleh
karena.antasida mempercepat waktu pengosongan lambung, maka penggunaan antasida
sebelum pemberian levodopa akanmemperbaiki penyerapan levodopa. Sebaliknya akan
terjadi denganobat-obat anticholinergik yang akanmengurangi penyerapan
levodopa. Kedua obat tersebut
dipergunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson.
D. Enzim-enzim traktusgastro-intestinal
Hambatan pada enzim konjugase diusus oleh
diphenylhydantoin akan mengganggu penyerapan asam folat
Defisiensi asam folat dapat
juga terjadi pada pemakaian kontrasepsi oral melalui mekanisme yang serupa.
Pyridoxine, suatu vitamin, dapatmengurangi atau menghilangkan samasekali
khasiat anti parkinson dari levodopa. Pyridoxine merupakan kofaktor enzim dopa
decarboxylase. Oleh karena itu pyridoxine akan mempercepat pengubahan levodopa
menjadi dopamine, sedangkan dopamine tidak dapat melalui blood-brain barrier.
E. Perubahan flora usus
Efek antikoagulan coumarin akan meninggi pada pemberian
bersama-sama dengan chloramfenikol, neomycin dan tetrasiklin. Mungkin ini
disebabkan hambatan sintesa vit K oleh flora dalam usus.
Begitu juga asam para-aminosalisilat (PAS) dapat
mengurangi kadar plasma dari rifampicin. Diduga ini disebabkan oleh malabsorpsi
usus yang
diinduksi oleh asam para-aminosalisilat.
lI. Interaksi pada pengikatan protein.
Setelah diserap, pada umumnya obat akan diikat oleh
protein plasma atau jaringan dalam suatu ikatan yang reversibel. Suatu obat dapat melepaskan ikatan protein
dengan lain
obat. Ini tergantung dari jumlah dan
kekuatan ikatan protein terhadap masing-masing obat. Bila obat lepas dari
ikatan dengan protein, maka obat akan menjadi aktip. Disamping itu metabolisme
dan exkresi obat tersebut dipercepat juga.
Tolbutamide dapatmeningkat aktivitasnya (dapat terjadi
hipoglikemia) oleh penambahan sulfaphenazole atau phenylbutazone maupun
salisilat (8). Waktu prothromb-in dari coumarin akan menjadi lebih lama bila
digunakan bersama-sama dengan clofibrate, phenylbutazone, oxyphenbutazone,
diphenylhydantoin, mefenemic acid dan salisilat(1). Dapat timbul gejala-gejala
intoxikasi karena peninggian kadar methotrexate dan quinine bebas pada
penggunaan bersama-sama methotrexate dengan sulfonamide
atau salisilat,
quinine dengan pyrime-thamine (1,8).
III. Interaksi pada reseptor
Efek obat terjadi setelah molekul obat melekat/terikat
pada tempat tertentu didinding atau dalam sel target yang kita sebut
"reseptor site". Jumlah reseptor yang dapat
diikat tergantung dari
jumlah obat yang beredar dalam tubuh, mudah atau tidak mudah mencapai reseptor
dan affinitas reseptor terhadap obat tersebut.Suatu obat dengan affinitas yang
lebih besar atau terdapat dalam jumlah yang lebih banyak, dapat menghalangi/mencegah
ikatan obat dengan reseptor yang sama..
A. Reseptor cholinergik
Alkaloid belladona,obat-obat1
parasimpatolitik sintetis maupun se-misintetis,
phenothiazine dan deri-vat-derivatnya, antidepressan trisi-klik, antihistamin,
quinidine, pro-cainamide; semuanya mempunyaikhasiat anticholinergik sehingga
penggunaannya secara bersama-sama dapat menimbulkan penghambatan
cholinergik yang berlebih-lebihan (atropine-like intoxication). Hambatan
neuromuskuler oleh tubocurarine atau gallamine dapat diperbesar oleh ether,
magnesium sulfat, quinidine dan beberapa antibiotika
(streptomisin,neomycin,kanamycin, gentamycin, polymyxin,oxytetrasiklin).
B. Reseptor adrenergik
Beberapa obat anesthetik (chloroform, ethylchloride
halothane,cyclopropane, tri chlorethylene) meningkatkan sensitivitas jantung
terhadap catecholamine. Penggunaan-nya bersama-sama dengan obat adrenergik gol.
catecholamine maupun non-catecholaminedapat menimbul-kan artimia. Propanolol, suatu penghambat
beta-adrenergik, memperpanjang effek hipoglikemik dari\insulin.lni mungkin disebabkan karena pengaruhnya pada
proses glikogenolisis oleh catecholamine Effek antihipertensi dari guanethidine akan berkurang
bila digunakan bersama-sama dengan antidepressan trisiklik (imipramine,
amitriptyline). lni terjadi karena obat tersebut menghalangi uptake guanethidine oleh akhiran
syaraf adrenergik. Begitu pula pengaruh efedrine atau amphetamine pada guanethidine.
Sebaliknya dapat terjadi krisis hipertensi bila
amphetamine, efedrine, phenyl propanolamine, levodopa, phenylephrine, tyramine
(daIam makanan) digunakan bersama-sama dengan obat MAO inhibitors (mis.
isocarboxazid, nialamide). Reserpine dapat mengurangi effek sim-patomimetik
dari obat adrenergik gol. catecholamine; juga khasiat therapeutik dari
levodopa.
IV. lnteraksi pada metabolisme obat.
Pada umumnya obat adalah lipid-soluble dan setelah
mengalami metabolisme (biotransformasi) menjadi
water-soluble sebelum diexkresikan oleh ginjal. Perubahan
ini terutama terjadi disel-sel hati oleh enzim- enzim mikrosom.Beberapa obat
dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim ini. lni disebut induksi enzim.Oleh
karena itu metabolisme obat itu sendiri atau obat-obat lain yang
menggunakan enzim yang sama akan dipercepat. Terdapat
juga obat yang memperlambat metabolisme obat
lain dengan menghambat aktivitas enzim atau berkompetisi
untuk enzim yang sama.
A. lnduksi enzim
Fenobarbital dan barbiturat-barbiturat lainnya
mempercepat metabolisme antikoagulan coumarin, sehingga pada penggunaan
bersama-sama diperlukan dosis coumarin yang lebih besar. jika pada suatu saat penggunaan
barbiturat dihentikan tanpa mengurangi dosis coumarin, dapat terjadi
perdarahan yang berbahaya. Fenobarbital juga mempercepat metabolisme
doxycycline, diphenylhydantoin,digitoxin, kortikosteroid dan hormon sex.
Diphenylhydantoin sendiri
dapat mempercepat metabolisme digi oxin, kortikosteroid dan hormon sex steroid.
Metabolisme vit. D dipercepat oleh diphenylhydantoin dan
fenobarbital, sehingga dapat terjadi defisiensi vit. D pada pengobatan anti
konvulsi yang lama dengan kedua obat tersebut.
B. Hambatan metabolisme
Metabolisme tolbutamide atau chlorpropamide diperlambat
oleh antikoagulan dicumarol sehingga dapat terjadi hipoglikemia. Effek yang
sama juga dapat terjadi bila tolbutamide digunakan bersama dengan
chloramfenikol, phenylbutazone, sulfaphenazole, probenecid dan MAO inhibitors.
Dapat terjadi gejala-gejala intoxikasi diphenylhydantoin
bila obat itu digunakan bersama-sama dengan dicumarol, chloramfenikol,
phenylbutazone, isoniazid, asam amino-salisilat, disulfiram. Effek toxik dari
oxyphenbutazone meningkat pada penggunaan bersama-sama dengan
methandrostanolone, sedangkan kontrasepsi oral akan memperbesar kemungkinan toxisitas oleh
pethidine dan promazine.
V.Interaksi pada exkresi
Banyak obat atau metabolitnya dikeluarkan dari tubuh
melalui exkresi ginjal. Zat yang bebas (tidak terikat
protein) meninggalkan sirkulasi darah dan difiltrasi oleh membran glomerulus. Ditubuli ginjal zat dapat diserap kembali secara
aktif maupun pasif. Sel-sel tubuli juga dapat mensekresikan zat-zat kedalam
lumen tubuli. Retensi atau exkresi obat dapat dirubah oleh interaksi yang
mempengaruhi fungsi fungsi ginjal tersebut diatas.
Faal ekskresi dan regulasi dilakukan
dengan 3 proses yaitu filtrasi plasma darah melalui glomeruli, reabsorpsi
selektif oleh tubuli dan sekresi oleh tubuli. Hasil akhir yang dikeluarkan dari
tubuh adalah urin.
A.FILTRASI
Proses filtrasi di
glomeruli terjadi secara pasif. Kecepatan filtrasi glomeruli (GFR) ditentukan
oleh tiga faktor yaitu keseimbangan tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding
kapiler (tekanan hidrostatik kapiler glomeruli dan tekanan onkotik kapsul
Bowman mendorong terjadinya filtrasi sedangkan tekanan onkotik kapiler
glomeruli dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman menghambatnya), kecepatan
aliran plasma melalui glomeruli (GPF) dan permeabilitas serta luas permukaan
kapiler yang berfungsi. GFR pada keadaan normal kira-kira 120 ml/menit. Urin
dalam bentuk awal tersebut merupakan ultranitrat plasma kecuali sejumlah kecil
protein yang dapat diabaikan dan yang kemudian akan direabsorpsi di tubuli.
B. Reabsorpsi ditubuli ginjal.
Terdapat dua mekanisme reabsorpsi yaitu aktip atau pasip
(diffusi). Obat-obat dapat berkompetisi untuk reabsorpsi aktip ditubuli. lni dapat
terjadi bila beberapa obat dengan effek urikosurik digunakan bersama-sama.
Effek urikosurik dari probenecid, sulfinpyrazone akan diturunkan oleh
salisilat.
Difusi pasip obat dari tubuli
ginjal kembali kedalam plasma dipengaruhi oleh faktor
faktor yang sama yang mengatur penyerapan ditraktus gastro-intestinalis. Obat-
obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah hanya dapat direabsorpsi (pasip) dalam bentuk
tidak terionisasi (non-ionized). Perubahan pH cairan tubuli akan mempengaruhi
derajat ionisasi, sehingga akan merubah kecepatan exkresi obat- obat Urine yang
alkalis (mis. Dengan pemberian Na-bikarbonat) akan mempercepat exkresi
obat-obat yang bersifat asam lemah (pKa 3.0--7.5) dan memperlambat exkresi
obat-obat yang bersifat basa lemah (pKa 7.5--10.5). Sedangkan urine yang asam
(mis. dengan pemberian ammonium chloride, asam askorbik) akan memberikan
pengaruh sebaliknya. Obat-obat yang bersifat
basa lemah adalah: amphetamine, chloroquin, mecamylamine,
meperidine, qyinine, qyinacrine dan qui- nidine: Yang bersifat asam lemah
adalah: fenobarbital, asam salisilat, beberapa sulfonamide. Ada juga interaksi
yang terjadi pada sel mikroorganisme, yang merupakan reseptor dari obat-obat
kemoterapi dan antibiotika. Oleh karena ini mencakup persoalan yang cukup luas,
jenis interaksi ini akan dibahas tersendiri pada lain kesempatan
Di tubuli proksimal terjadi reabsorpsi 2/3 dari
ultrafiltrat glomeruli secara isoosmotik. Akibat susunan anatomik nefron yang
amat khusus maka bila di glomeruli tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan
onkotik maka pada kapiler peritubular di tubuli proksimal sebaliknya. Selain
air dan Na+ juga direabsorpsi sebagian besar HCO3, asam amino dan glukosa.Sebaliknya
kadar Cl di dalam tubuli meningkat.Dibagian menurun anssa Hanle terjadi
pengeluaran air secara pasif sehingga urin menjadi hipertonik. Di bagian
naikansa Hanle tidak permeabel untuk air sedangkan NaCl keluar.Urin yang sampai
ke tubuli distal bersifat hipoosmotik, terjadi reabsorpsi Na secara aktif.
Aldosteron berperan disini. Hormon antidiuretik (ADH) berperan
mereabsorpsi air dibagian akhir tubuli distal dan collecting duct sehingga urin yang hipotonik dapat menjadi hipertonik.
Produk metabolisme utama yang diekskresi dengan urin adalah ureum,yang juga
mengalami reabsorpsi terutama bila diuresis kurang. Selain itu juga diekskresi
fosfat dan sulfat hasil katabolisme protein.Dengan proses sekresi oleh tubuli
secara aktif kreatinin dan asam urat diekskresi. Kreatinin yang difiltrasi
tidak mengalami reabsorpsi sedang asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi.
Dengan faal regulasi bahan-bahan yang berguna bagi tubuh diatur pengeluarannya
oleh ginjal; adakalanya dengan bantuan hormon.Air diatur oleh ginjal dan juga
ADH. Reabsorpsi Na terjadi baik secara aktif maupun dengan pengaruh aldosteron.
Pertukaran Na+ dengan K+ dan H+ atas pengaruh aldosteron
ini terjadi di tubuli distal. Ion H+ juga disekresi (proses pengasaman urin).
Bikarbonat direabsorpsi dalam bentuk CO2 yang berdifusi ke dalam sel dimana CO2
dibentuk kembali menjadi bikarbonat (regulasi status asam basa). Asam amino dan
glukosa direabsorpsi terutama di tubuli proksimal, makin tinggi kadamya dalam
filtrat glomeruli makin banyak pula glukosa yang dikeluarkan bersama urin. Faal
endokrin ginjal dicerminkan dengan sistem renin-angiotensin, eritropoetin dan
lipida yang bersifat vasodepresor menyerupai prostaglandin.
C. Sekresi aktip ditubuli ginjal.
Melalui mekanisme ini obat-obat dikeluarkan dari sirkulasi
darah dandisekresikan melalui sel-sel tubuli. Bahkan obat obat yang terikat
proteinpun dapat disekresikan. Bila suatu obat dapat menggantikan lain obat
dalam mekanisme sekresi ini, exkresi ginjal dari obat itu menjadi terhambat. Contoh yang sudah dikenal adalah
penggunaan probenecid untuk meningkatkan effek therapeutik dari
penisilin.Ternyata bahwa phenylbutazone juga memberikan effek yang sama
terhadap penisilin dan acetohexamide (effek hipoglikemik
meninggi) Demikian pula pada penggunaan bersama-sama salisilat dalam dosis
tinggi dengan furosemide dapat menyebabkan intoxikasi salisilat . Telah
dilaporkan berkurangnya exkresi asam para-aminosalisilat, sulfonamidedan
dapsone oleh penggunaan probenecid. Yang cukup penting juga adalah effek hipoglikemik yang
meninggi pada penggunaan bersama-sama chlorpropamide dengan dicumarol dan
tolbutamide dengan sulfonam ide .
GFR
GFR akan menurun bila tekanan hidrostatik glomeruli
menurun (renjatan hipotensif), tekanan hidrostatik
tubuli/ kapsul Bowman meningkat (obstruksi leher kandung kemih atau ureter),
tekanan onkotik plasma amat meningkat (he-mokonsentrasi karena dehidrasi,
mieloma multipel atau dis-proteinemia lainnya), menurunnya aliran plasma/darah
glomeruli (GPF/GBF) (renjatan karena kegagalan sirkulasi, kegagalan jantung
berat) dan berkurangnya permeabilitas dan/atau luas permukaan filtrasi
(glomerulonefritis akut atau kronik).Tergantung beratnya penurunan GFR akibat
yang mungkin terjadi adalah oliguria, uremia, kadar kreatinin darah meniNgkat,
hiperurikemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, kecenderungan hiperkalemia,
asidosis metabolik-dengan bikarbonat
plasma yang rendah. Tergantung penyebabnya maka osmolalitas (dan berat
jenis) urin, kadar ureum urin akan meningkat serta kadar Na urin menurun pada
dehidrasi atau hipotensi, pada diabetes insipidus dan diuresis osmotik terjadi
sebaliknya. Pada kegagalan ginjal kronik perubahan kadar beberapa zat
dalam plasma dapat dibedakan
menurut beberapa pola Kadar kreatinin dan ureum plasma baru akan meningkat
lebih tinggi dari normal bila GFR berkurang sampai 50%.
Bila daya cadang ginjal telah dilampaui maka berkurangnya GFR sedikit lagi
sudah menyebabkan peningkatan kadar plasma yang nyata. Karena zat-zat tersebut
toksik maka gejala klinik menjadi jelas. Kadar fosfat, urat, K+ dan H+ dalam
plasma baru meningkat bila GFR sudah amat berkurang, kurang dari 25%. NaCl
hampir tidak berubah kadamya pada kegagalan ginjal menahun; mekanisme
kompensasinya hampir lengkap.
Disfungsi tubuli akan mempengaruhi susunan dan jumlah
urin. Reabsorpsi air akan berkurang dan menghasilkan urin yang banyak dengan
berat jenis rendah. Reabsorpsi bikarbonat dan juga pengasaman urin
terganggu.Urin akan mengandung lebih banyak Na, K, glukosa, fosfat, urat dan
asam amino. Bila kehilangan air dan elektrolit terus berlanjut sampai
menyebabkan ketidakcukupan sirkulasi ginjal, maka akan terjadi gangguan
filtrasi juga.
Pemeriksaan biokimia menguji faal ginjal Dikenal sebagai
tes foal ginjal, dapat dibedakan antara tes- tes yang terutama menguji faal
glomeruli, tubuli proksimal dan tubuli distal. Selain itu ada juga yang
mencerminkan kerusakan berat dari glomeruli saja atau tubuli saja atau
keduanya. Tes faal ginjal
yang terutama menguji faal glomeruli adalah
clearance (bersihan).
Nilai GFR merupakan parameter
terbaik ukuran fungsi ginjal.” Nilai ini dihitung
dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification of diet in renal
disease) sebagai berikut :
(140-Umur) x Berat Badan
Cockcroft-Gault : Klirens
Kreatinin = ------------------------------- x (0,85, jika wanita)
(ml/menit)
72 x Kreatinin Serum
MDRD : Laju Filtrasi
Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum) -1,154 x
(Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika kulit
hitam)
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dapat diambil dalam makalah ini yaitu :
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi pasif obat yaitu Derajat
kelarutan, Koefisien partisi (k), Luas
permukaan, Daerah Membran.
B. SARAN
Kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk kesempurnaan tugas-tugas
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kee, J,L.,
Hayes, E.R., 2005, Farmakologi, EGC : Jakarta
Hakim,
L.,2007, Farmakokinetika, UGM Press : Yogyakarta.
Sjuib, F., 2005, Farmakokinetika Dan Biofarmasi Sebagai Jembatan Antara Dokter Dan
Apoteker, Makalah, Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar